Mungkin jika kita semua ditanya:
Untuk apa anda mengikuti JLPT ?
hampir sebagian dari kita akan menjawab dengan jawaban yang sama. Ada yang hanya sekedar ingin menguji kemampuan bahasa jepangnya, atau ingin mendapat sertifikatnya untuk mencari pekerjaan atau syarat pendaftaran ke sebuah lembaga beasiswa tertentu, dan masih banyak lagi. Dan banyak diantara kita sangat berantusias belajar hanya supaya lulus dalam ujian ini.

Bahkan kadang saya mendapat pertanyaan yang lucu:
Senpai minta kisi-kisi N3 donk?
Yang keluar di N3 kanjinya apa aja senpai?
Seolah-olah saya lah yang mengeluarkan soal-soal JLPT tersebut. Kadang memang terasa lucu mendapatkan pertanyaan semacam itu. Seperti jaman saya masih sekolah dulu. Ketika ujian, biasanya mendapatkan kisi-kisi dari guru yang bersangkutan sehingga saat ujian yang sebenarnya bisa mengerjakan dengan baik. Tapi bagaimana dengan JLPT? Apa yang anda pikirkan tentang JLPT ini?


Mari kita lebih dalam menelisik makna dari Test yang sangat bergengsi di kalangan pembelajar bahasa jepang ini. Saya tidak akan membahas jauh dari pendapat para ahli. Namun saya akan mengungkapkan pendapat saya sendiri yang saya alami selama ini dan sampai saat ini. Apa itu sebenarnya JLPT.

Mungkin sama seperti anda, saya dulu sangat berantusias ingin lulus pada JLPT N3 dan ingin sekali mendapatkan sertifikatnya. Bagaimana tidak, jaman dulu saja sertifikat N3 saya dihargai dengan tunjangan 300 ribu rupiah setiap bulannya dari perusahaan tempat saya bekerja dulu. Itu baru N3 bagaimana kalau saya bisa lulus N2 dan saya bisa bekerja sebagai interpreter ? Saya pasti bisa mendapatkan gaji yang lebih banyak dari itu.

Inilah salah satu motif saya untuk belajar bahasa jepang dan rela jauh-jauh meninggalkan keluarga. Bisa belajar di lingkungan yang sebenarnya dan langsung dengan sumber ilmunya. Tapi sekarang saya sudah bisa mendapatkan sertifikat tersebut dan sebuah [pengakuan] bahwa saya bisa. Lantas apakah hanya itu saja? Apakah yang saya lakukan selama ini hanya demi sebuah pengakuan kelulusan tersebut?

Entahlah, mungkin pendapat saya dan anda sekalian sangat berbeda. Tapi selama ini yang saya alami, ternyata belajar bahasa jepang ini tidak hanya sekedar lulus. Banyak hal yang harus benar-benar kita pahami. Saya lulus, tapi ternyata saya merasa masih sangat jauh dari mampu. Masih sangat jauh untuk dikatakan bisa. Masih ada banyak hal yang saya tidak mengerti.

Hal ini sama persis seperti yang saya rasakan saat mendapatkan kelulusan N3. Saya memang lulus, tapi kenapa justru kemampuan bahasa jepang saya menurun? Bahkan berkaiwa dengan sacho saya saja masih banyak miss komunikasi. Oh rasanya saya malu sekali saat itu. 

JLPT itu bukan masalah lulus atau tidak lulus. Seperti yang kita ketahui dari kepanjangan JLPT yakni Japanese Language Proviciency Test atau Test Kemampuan Bahasa Jepang. Yang harus kita garis bawahi adalah kata kemampuan. Yang berarti bahwa yang sedang diujikan dalam test ini adalah kemampuan kita menguasai bahasa jepang pada level tertentu. Menguasai itu belum tentu hanya dengan lulus mengerjakan soal yang keluar dalam test yang sedang berlangsung. Bisa jadi saat test semua materi yang dikeluarkan kebetulan yang sudah dihafal dengan baik. Jika ternyata tidak? Bagaimana? 

Dari struktur soal yang diujikan dalam JLPT pun kita bisa melihat, sebenarnya ujian tersebut hanya digunakan untuk menguji kemampuan secara satu arah. Jadi belum bisa digunakan untuk mengukur kemampuan bahasa jepang seseorang secara keseluruhan. Sehingga meskipun lulus, banyak yang masih pasif dalam berkomunikasi termasuk saya. Apalagi bagi yang belum bisa menapakkan kakinya di jepang. Ini akan sangat sulit untuk meningkatkan kemampuan verbalnya.

Saya mungkin salah satu yang beruntung bisa belajar langsung di lingkungan yang sesungguhnya. Sehingga proses belajar ini lebih cepat dibandingkan dengan yang belum bisa merasakannya. Akan tetapi tetap saja semua ini tergantung jam terbang dan praktek di lapangan. Seperti saat ini, karena sudah jarang komunikasi dengan orang jepang, kemampuan verbal saya menurun drastis.

Bagaimana dengan anda?